BAB I
PENDAHULUAN
Ketika
kita mulai memaparkan definisi akhlak, maka kita katakan bahwa akhlak adalah
keadaan jiwa (nafs), di mana dengan nafs tersebut, manusia
melakukan perbuatannya tanpa pertimbangan dan usaha terlebih dahulu. pada
sebagian manusia, adakalanya akhlak menjadi insting, watak, dan karakter,
sedangkan pada sebagian yang lain, akhlak tidak terbentuk kecuali dengan
latihan dan kesungguhan.
Oleh
karena itu, diperlukan adanya syariat-syariat, perilaku-perilaku, dan tata
krama terpuji, serta kesadaran akan besarnya manfaat menguasai
kebaikan-kebaikan perilaku untuk mencegah si zalim dari kezalimannya, penggasab
dari gasabnya. selain itu, ada ketegasan untuk menghukumi si pelaku kejahatan
atas kejahatannya, sehingga dapat mengendalikan si zalim sampai ia kembali ke
jalan yang lurus dalam segala urusannya.
Pada
makalah ini akan dibahas beberapa contoh akhlak terpuji yang dapat kita contoh
dan teladani dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Husnudzon
adalah “sikap atau keadaan jiwa yang berprasangka baik”. Orang yang mempunayi
sikap husnudzon berarti orang senantiasa berprasangka baik, kepada sesama atau
segala keputusan (takdir) Allah SWT. Maksudnya seluruh ucapan dan ragam gejala
yang Nampak pada tingkah laku seseorang diterima sebagaimana adanya tanpa
diiringi dugaan-dugaan yang tidak baik, begitupun pula bila segala sesuatu yang
tidak tercapai maka sikapnya tidak akan menjauh dari Allah SWT.
Sifat
husnudzon merupakan salah satu sifat terpuji, keuntungan dari sifat ini yaitu
dapat menahan diri, tidak terlalu mudah memberikan penilaian yang salah atau
negative, yang diakibatkan sifat dan tingkah laku orang lain, lebih-lebih
kepada segala keputusan, sifat husnudzon selalu diliputi ketenagang dan
ketentraman serta kedamaian.
B. TAWADHLU
Tawadhu
adalah sikap rendah hati terhadap sesama manusia dan sikap rendah diri di
hadapan Allah SWT. Sikap ini lahir dari kesadaran akan ke-Mahakuasa-an Allah
atas segala hamba-Nya.
Tawadhu
merupakan sifat yang disadari bahwa apa yang dimiliki, ketampanan, kecantikan,
harta, pangkat, ilmu, semuanya adalah karunia Allah SWT. Sikap tawadhu ini akan
mengangkat derajat seseorang ke yang lebih tinggi, seperti Rasulullah SAW
sabdakan: “Tawadhu,
tidak ada yang bertambah bagi seorang hamba kecuali ketinggian (derajat).
Karena itu, tawadhulah, niscaya Allah akan meninggikan derajatmu.”
(HR Dailami).
Al-Muhasibi,
seorang ulama sufi menjelaskan bahwa jika seseorang tawadhu di dunia berarti
dia telah membersihkan hatinya dari sifat sombong. Dia tidak memiliki hasrat
untuk populer, sehingga dia selamat dari fitnah dunia dan berbagai macam dosa
di dalamnya. Dengan tawadhu, seseorang tidak akan tergila-gila dengan
dunia, malah dia akan lebih berkonsentrasi kepada Allah.
C. RIDHO
Ridho adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang
setiap saat selalu kita rasakan. Kalau kita bisa ridho, hidup kita jauh dari
stres-depresi-penyakit psikosomatis. Coba kita hitung-hitung sendiri, dalam 24
jam berapa kali kita mengeluh, berapa kali kita marah, berapa kali kita kecewa,
berapa kali kita bad mood, berapa kali pula kita bahagia, berapa kali
kita gembira, berapa kali kita merasakan syukur. Kenapa suasana hati selalu
berubah-ubah ? Karena kita belum bisa ridho menerima kenyataan hidup yang diberikan
Allah kepada kita, yang sebenarnya merupakan hasil gerak-gerik kita sendiri.
Bagaimana
bisa ridho ? Harus dengan sabar dan syukur.
Enak atau tidak
enak kenyataan hidup sebenarnya adalah konsumsi hawa nafsu kita, sehingga ada
nuansa yang berbeda. Sedangkan bagi hati seharusnya netral tidak ada yang enak
dan tidak ada pula yang tidak enak. kalau kenyataan hidup yang kita alami enak
biasanya kita respon dengan syukur, sedangkan bila tidak enak kita respon
dengan sabar. Padahal semestinya sabar dan syukur sama seperti kedua sisi koin
yang tidak terpisahkan. Seperti itu pula yang harus kita terapkan dalam setiap
detik kehidupan kita.
Sabar
Kalau kenyataan
hidup yang sedang kita alami tidak enak bagi diri kita, ya kita memang harus
bersabar tidak usah mengeluh - karena keluhan tidak akan mengubah keadaan -
harus terus bergerak mencari solusinya. Bukankah secara hakiki dengan
permasalahan yang kita hadapi tersebut, berarti kita sedang diuji oleh Allah,
sedang dididik oleh-NYA untuk tahan banting, untuk menggerakkan potensi
kehidupan yang sudah diakruniakan-NYA dalam mencari solusinya. Namanya ujian ya
harus sabar. Tetapi harus kita ingat bahwa ujian itu datangnya dari Allah juga
kan ? Berarti kita sedang dianugerahi Allah sesuatu yang pasti ada hikmahnya, berarti
harus bersyukur juga kan ? Analoginya sama seperti misalnya kita ketemu sama
Pak Presiden SBY, trus diberi bolpen beliau yang sudah usang, pasti pemberian
beliau kita respon dengan terima kasih dan kebanggaan, walu usang yang memberi
presiden kok, pasti kita ceritakan ke orang lain.
Syukur
Kenyataan hidup yang mengenakkan diri kita memang harus kita syukuri, tetapi di balik itu pasti juga ada ujiannya, jadi selain syukur harus sabar juga agar tidak terlena. Contoh sederhana misalnya kita dianugerahi Allah keluasan finansial, ya harus syukur, tetapi juga harus bersabar dalam membelanjakannya, jangan sampi tergelincir untuk hal-hal di luar keridhoan Allah.
Kenyataan hidup yang mengenakkan diri kita memang harus kita syukuri, tetapi di balik itu pasti juga ada ujiannya, jadi selain syukur harus sabar juga agar tidak terlena. Contoh sederhana misalnya kita dianugerahi Allah keluasan finansial, ya harus syukur, tetapi juga harus bersabar dalam membelanjakannya, jangan sampi tergelincir untuk hal-hal di luar keridhoan Allah.
D. AMAL SHOLEH
Amal soleh bukanlah suatu keadaan, namun suatu kejadian. Karena ia
merupakan suatu kejadian maka ia harus dialami. Pengalaman tentang amal soleh
inilah yang akan membawa kita kepada kenikmatan Surga. Kejadian tentang amal
soleh ini bukan keinginan kita. Ia terjadi dengan sendirinya, karena di
gerakkan oleh Allah. Untuk mengalami kejadian amal soleh ini, landasannya
adalah Iman. Namun pengertian iman disini bukan sekedar percaya atau yakin akan
rukun-rukun iman yang ada. Pengertian Iman yang seperti itu akan sangat tidak
memajukan perkembangan evolusi Iman yang ada di jiwa kita ini. Iman adalah
kesaksian.
Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain ALLAH. Itulah Iman. Bukan
sekedar ucapan mulut yang anak TK juga bisa melakukannya. Namun kesaksian yang
bisa dipertanggung jawabkan. Apabila kita bersaksi, berarti kita benar-benar
menyaksikan dengan seluruh jiwa kita bahwa hanya ada satu Tuhan. Allah Maha
Esa. Kesaksian kita apa kalau Tuhan itu hanya satu? Berarti kita benar-benar
mengalami sendiri tentang kesatuan Tuhan itu. Tidak ada dua Tuhan di alam
semesta ini. Kemudian, bagaimana kita mengatakan kalau Tuhan mereka lain dengan
Tuhan kita? Tuhan itu hanya satu adanya. ( Al-Ankabut : 46).
Amal Soleh adalah suatu kejadian yang ditunjang dengan keadaan Iman.
Makanya dalam seluruh surat dalam Al-Quran dikatakan "Orang yang Beriman
dan Beramal Soleh, mereka adalah penghuni Surga." Ada 64 surat yang memuat
hal senada dengan itu, antaranya Surat 7:42, Surat 2:82, surat 10:9 Surat 11:23
dan Surat 22:14.
Orang yang Beriman selalu disebut lebih dahulu daripada Amal Solehnya.
Kenapa? Karena Iman adalah keadaan yang menunjang terjadinya Kejadian Amal
Soleh. Tanpa keadaan Iman, tidak akan terjadi Kejadian Amal Soleh. Dan kita
ingat, karena Amal soleh ini merupakan suatu kejadian, ia bukan kehendak kita.
Allah-lah yang menggerakkan lewat keadaan Iman. Jadi yang kita pahami sekarang
adalah kondisi Iman itu seperti apa.
Dalam Surat An-Naml ayat 2-3 : Orang yang Beriman yaitu Orang yang
mendirikan sembahyang dan menunaikan Zakat dan yakin adanya negeri Akhirat.
Nah, untuk membentuk keadaan Iman, ada metode yang disampaikan melalui 34 surat dalam alquran, antara lain Surat 2:43, Surat 2:110, Surat 4:77, surat 5:55, Surat 9:5 dan Surat 24:37. Disitu di perintahkan bahwa " Dirikanlah Sholat dan Tunaikanlah Zakat.
Nah, untuk membentuk keadaan Iman, ada metode yang disampaikan melalui 34 surat dalam alquran, antara lain Surat 2:43, Surat 2:110, Surat 4:77, surat 5:55, Surat 9:5 dan Surat 24:37. Disitu di perintahkan bahwa " Dirikanlah Sholat dan Tunaikanlah Zakat.
E. PERSATUAN
Persatuan, persamaan, dan persaudaraan
merupakan nilai-nilai fundamental yang menjadi fondasi bagi perkembangan,
kemajuan, dan kemakmuran suatu negara. Semua aliran dalam Islam menyatakan
bahwa Nabi Saw telah berulang kali menekankan untuk memelihara persaudaraan dan
rasa saling menghormati di antara sesama Muslim. Sejak awal, persatuan di
antara sesama Muslim begitu diperhatikan oleh Nabi Saw. Bahkan setelah
kemenangan Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra telah menetapkan minggu
kelahiran Nabi Saw (12 s/d 17 Rabiul Awwal) sebagai “Minggu Persatuan”. Setiap
tahunnya, minggu ini diperingati di Iran dan dunia Islam sebagai saat-saat
untuk melakukan introspeksi, memperkuat, dan merayakan persatuan di antara
sesama negara Islam.
Rasulullah Saw
telah diutus Allah Swt dengan misi untuk meletakkan fondasi masyarakat yang
bersatu, meneruskan sebuah tujuan bersama untuk menghapuskan segala bentuk
ketidakadilan, rasialisme atau diskriminasi kelas. Dalam menunaikan tugas yang
istimewa ini, Nabi Saw secara seksama merancang program yang sangat khas, yakni
propaganda melalui akhlak pribadinya yang sempurna, yang sangat dia sarankan
kepada setiap Muslim untuk mengikutinya. Program-program ini dibuat dengan
tujuan membawa umat Islam kepada kemuliaan, kedamaian, kemajuan, dan keamanan
sebagai perwujudan dari ayat Quran berikut ini: “Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman.”
Berikut ini beberapa prinsip
yang diperkenalkan oleh Nabi Saw untuk merealisasikan misi yang mulia tersebut.
(1). Nabi Saw merupakan contoh kesempurnaan kasih sayang dan belas kasihan
terhadap seluruh alam semesta. Bukan hanya berbuat baik dan cinta kepada umat
Islam, tetapi juga ketika berhubungan dengan mereka yang non-Muslim, bahkan
terhadap musuh-musuhnya dia bertingkah laku mulia dan lemah lembut, sedemikian
rupa sehingga mereka memperlihatkan ketertarikan serta kecenderungan kepada
Islam dan menciptakan kedamaian di antara beberapa komunitas. Lagipula,
meskipun mereka tidak memeluk Islam, paling tidak, mereka akan mempelajari
sopan santun dan kemuliaan dari Nabi Saw, sehingga secara konsekuen mereka akan
menjauhkan diri dari perilaku yang tidak manusiawi, kekejian, dan kekejaman
terhadap sesama, agar dapat menjamin kedamaian bersama. Pendekatan Nabi Saw
sangatlah berbudi sehingga dia tidak akan pernah mengutuk, bahkan terhadap
penganut politeisme.
Islam melihat
segala permasalahan dari berbagai perspektif dan bermaksud untuk menciptakan
persahabatan dan hubungan dekat di antara semua komunitas umat manusia, baik
Muslim maupun non-Muslim, dengan tujuan untuk membebaskan kemanusiaan dari
setan-setan kebencian, dendam serta keberadaan yang harmonis antara satu dengan
yang lain. Jadi, semua tradisi Nabi Saw mengajarkan kepada kita tentang
sensitifitas dan nilai-nilai kemanusiaan, menuntun kita untuk memiliki hubungan
yang baik dan didasarkan kepada kasih sayang, bahkan terhadap kaum kafir
sekalipun.
BAB III
KESIMPULAN
Akhlak terpuji adalah perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa
tanpa keterpaksaan, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar, teguh, dan
lain-lain.
Di sini islam menjadi penyeru pada akhlak yang baik dan mengajak kepada pendidikan akhlak di kalangan kaum muslimin, menumbuhkannya didalam jiwa mereka, dan menilai keimanan seorang dengan kemuliaan akhlaknya. Allah menjadikan akhlak yang utama sebagai sarana memperoleh surga yang tinggi.
Di sini islam menjadi penyeru pada akhlak yang baik dan mengajak kepada pendidikan akhlak di kalangan kaum muslimin, menumbuhkannya didalam jiwa mereka, dan menilai keimanan seorang dengan kemuliaan akhlaknya. Allah menjadikan akhlak yang utama sebagai sarana memperoleh surga yang tinggi.
Berpakaian yang baik merupakan salah satu contoh
akhlak terpuji. Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit
sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai
penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara
ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam.
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi
tuntunan bagi uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini
(menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran
kesempurnaan iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar